Jakarta, YPSP – Operasi Taufan Al-Aqsa atau Operasi Badai Al-Aqsa yang diluncurkan oleh faksi perlawanan di Gaza, Hamas, terhadap pihak Israel di Palestina sejak 7 Oktober setahun silam telah mengungkap sejumlah besar kebobrokan dan kebusukan pemerintahan zionis berikut para sekutu Baratnya, serta rusaknya sistem keadilan dan standar moral global.
Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban (YPSP), Dr. Ahed Abu Alatta, dalam diskusi bersama bertema ‘Ramadhan Bersama Gaza: Peran Kita Dalam Meringankan Beban Gaza’ yang digelar oleh YPSP di Jakarta, Jumat (5/4).
“Operasi Badai Al-Aqsa telah memasuki hari ke-182, dan korban terus berguguran,” ujarnya, seraya menambahkan, perjuangan di Gaza saat ini membongkar banyak hal.
Selanjutnya, kata Dr. Alatta, Operasi Badai Al-Aqsa membongkar niat dan rencana busuk Israel untuk menguasai Tanah Palestina serta menghancurkan masjid dan situs suci ketiga Umat Islam Al-Aqsa di Al-Quds atau Yerusalem.
Di sisi lain, bergemingnya negara-negara Muslim besar di dunia terhadap kebiadaban Israel dan penderitaan warga Palestina, khususnya di Gaza, menunjukkan bahwa gerakan perlawanan terhadap rezim zionis yang dipimpin Hamas mengungkapkan kelemahan pemerintahan negara-negara Muslim.
“Bahkan tidak sedikit negara-negara ini yang justru menjalin kerja sama dengan Israel. Sebagian lainnya diam atau tidak mampu mencegah kejahatan Israel. Mereka akan muncul nanti jika permasalahan di Palestina hampir padam,” ujar Dr. Alatta.
Dia menegaskan bahwa pemerintah dan negara-negara Muslim memiliki peran penting dalam menghentikan penjajahan Israel.
“Sudah cukup kecaman dan pengutukan. Kita membutuhkan persatuan Umat Islam di bawah kepemimpinan yang kuat untuk melawan Israel,” kata Direktur YPSP yang merupakan warga Gaza tersebut.
Dalam diskusi yang sama, penulis dan produsen film, Asma Nadia, menegaskan bahwa “tidak perlu menjadi seorang Muslim, bahkan tak perlu menjadi seorang yang beriman, untuk memahami bahwa apa yang sedang terjadi Gaza sangat tidak manusiawi”.
“Setiap ayah, setiap ibu, setiap perempuan dan laki-laki harus bergerak, karena sebagian besar korban di Gaza adalah kaum perempuan, kaum ibu, dan anak-anak,” tuturnya.
“Seharusnya kita tidak boleh merasa tenang dengan adanya dukungan internasional. Jangan puas atau menerima begitu saja dengan kiriman-kiriman bantuan kemanusiaan untuk Gaza,” tegas Asma.
Dia menekankan, dukungan dan pembelaan untuk Gaza haruslah memastikan bahwa gencatan senjata permanen benar-benar dipatuhi, dengan tidak ada satu jiwa pun lagi yang terbunuh, tuturnya.
Asma juga menekankan bahwa tujuan besar dari seluruh perjuangan Gaza adalah Palestina yang merdeka. “Jika ini belum tercapai, maka penistaan dan penghinaan terhadap Umat Islam di Gaza akan terus berlangsung,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, menegaskan bahwa Indonesia berhutang banyak kepada bangsa Palestina yang telah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.
“Hutang Indonesia kepada bangsa Palestina belum lunas, karena pengembaliannya ‘dicicil’,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa isu-isu tentang Palestina di kalangan anak muda, bahkan di kalangan mahasiswa, semakin tidak populer.
Padahal, lanjutnya, genosida oleh Israel terhadap rakyat Palestina adalah sejarah paling kelam yang terjadi di abad ke-20 dan ke-21, dengan zionis dan Amerika Serikat (AS) sebagai aktor utamanya.
Dia menyampaikan bahwa pihaknya akan membangun museum genosida Israel di Jakarta yang bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat luas akan kejam dan biadabnya bangsa tersebut.
“Perjuangan rakyat Palestina selama ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Amerika Serikat dan Israel telah gagal total dalam upaya mereka membangun kehidupan yang peaceful dan prosperous,” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Prof. Sudarnoto, Hamas menunjukkan dirinya telah melakukan transformasi sangat penting dari sebuah organisasi kecil hingga dilabeli ‘organisasi teroris’ oleh AS yang bertujuan untuk menghancurkan gerakan perlawanan di Palestina.
“Namun ini gagal. Justru Israel dan Amerika Serikat secara mental telah hancur, dan segera akan hancur baik dari dari dalam maupun luar,” tegasnya.
Hal senada juga ditekankan oleh pakar Timur Tengah Universitas Indonesia, Yon Machmudi, PhD., yang menyatakan bahwa selama ini AS dan para sekutu Baratnya menerapkan standar ganda dalam memandang moral dan kemanusiaan.
“Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat tidak tegas dalam menghadapi Israel, sementara jika pihak mereka yang dirugikan, maka mereka akan dengan tegas membela kepentingan mereka,” ujarnya, seraya menekankan, “Bahkan orang yang tidak beragama sekali pun akan melihat hal ini salah.”
Menurut dia, kehancuran Amerika Serikat akan segera terjadi karena tindakannya sendiri dengan mengorbankan diri untuk membela Israel walaupun harus melanggar standar dan nilai kemanusiaan universal.
Dia menegaskan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan dan membela kepentingan Palestina adalah tugas konstitusional dari kepala negara Republik Indonesia.
“Tidak cukup di level kementerian. Presiden Indonesia harus memimpin sebuah misi khusus kemerdekaan Palestina untuk melakukan negosiasi-negosiasi internasional dengan mengajak negara-negara lain di dunia,” ujar Yon.